Rabu, 06 Desember 2017

PEMBERONTAKAN DI/TII JAWA TENGAH

DI/TII JAWA TENGAH

 Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah muncul berawal dari adanya Majelis Islam yang dipimpin oleh Amir Fatah. Amir Fatah yang merupakan komandan Laskar Hizbullah yang berdiri sejak 1946 menggabungkan diri dengan TNI battalion 52 dan berdomisili di Brebes-Tegal. Dia mendapatkan pengikut yang banyak dengan cara menggabungkan laskar-laskar untuk masuk ke dalam TNI. Setelah mendapatkan pengikut yang banyak maka pada tanggal 23 Agustus 1949 di desa Pengarasan, Tegal, ia memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI). Pasukannya di berinama Tentara Islam Indonesia (TII). Ia menyatakan gerakannya bergabung dengan Gerakan DI/TII Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo.

      Di Kebumen juga terdapat gerakan yang bernama Angkatan Umat Islam yang dipimpin Mohammad Mahfud Abdurrahman (Kyai Somolangu). Gerakan tersebut juga bermaksud membentuk Negara Islam Indonesia dan bergabung dengan Kartosuwiryo. Gerakan ini sebenarnya sudah dapat didesak oleh TNI akan tetapi pada tahun 1952, kembali menjadi kuat setelah adanya pemberontakan Batalion 423 dan 426 di Kudus dan Magelang yang menyatakan bergabung dengan mereka.


      Guna menumpas pemberontakan tersebut maka pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut Banteng Raiders dengan operasinya yang disebut Gerakan Benteng Negara (GBN). Pada 1954 dilakukan Operasi Guntur guna menghancurkan gerombolan sementara sisanya tercerai-berai.


  • Tokoh-tokoh dalam peristiwa:
  1. Amir Fatah (Pemimpin)
  2. Kyai Somalungu (Pemimpin Angkata Umat Islam)
  3. Banteng Raiders (pasukan operasi militer)

Tujuan Pemberontakan DI-TII di Jawa Tengah

 Mempunyai tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan ini terjadi di beberapa daerah yaitu Tegal, dan Brebes. Gerakan ini juga dikenal dengan Majelis Islam. Kelompok ini dipimpin oleh Amir Fatah. dikebumen dikenal dengan nama Angkatan Umat Islam yang dipimpin oleh Mahfudh Abdul Rahman.

Upaya Penumpasan Pemberontakan DI-TII di Jawa Tegah

 Untuk menghadapi pemberontakan ini, TNI melancarkan operasi terhadap konsentrasi pasukan DI di Tembangrejo dan Pengarasan. Akibatnya, kekuatan DI mulai melemah. Operasi dilanjutkan setelah berakhirnya perang kemerdekaan. Pada tahun 1950 TNI membentuk komando tempur yang disebut Gerakan Benteng Negara (GBN) dibawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini (kemudian digantikan oleh Letnan Kolonel Bachrun)tujuan utamanya adalah memisahkan DI Jawa Tengah dengan DI Jawa Barat. Dalam operasi-operasi yang dilancarkan GBN, banyak tokoh DI yang terbunuh  atau tertangkap.

Dampak dari Pemberontakan DI-TII di Jawa Tengah

Selama berlangsungnya gerakan DI/TII, masyarakat mengalami berbagai kondisi yang sangat memprihatinkan akibat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan DI/TII. Penculikan (orang), perampokkan (barang), pembunuhan, dan bahkan pembunuhan seakan menjadi “suatu yang lumrah atau biasa” dan merupakan konsekuensi dalam melakukan perubahan. Hal itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, sehingga menimbulkan reaksi penduduk setempat, baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung.

  • Akhir dalam peristiwa:
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah berhasil dihancurkan oleh militer Gerakan Banteng Negara dengan pasukannya yang bernama Banteng Raiders.